Jumat, 25 Desember 2009

* Wawancara Aung San Suu Kyi



Saya datang dari Indonesia; Apakah Anda mengenal Indonesia?

Saya mempunyai perasaan yang hangat tentang Indonesia. Saya tidak pernah ke Indonesia, tapi saya sering berjumpa dengan orang Indonesia, bahkan sangat sering. Sebagai seorang anak, saya juga pernah bertemu dengan Presiden Soekarno ketika beliau mengunjungi Rangon.
Kapan?
Saya tidak ingat dengan jelas. Saya masih kecil. Seingat saya, kunjungan itu terjadi pada tahun 1960-an.
Sebelum Anda pergi ke New Delhi?
Ya, sebelum saya mengikuti ibu saya sebagai duta besar Burma untuk India, tahun 1961 sampai tahun 1967.
Anda tahu, pendukung Megawati, putri Soekarno, membawa gambar Anda dan gambar Megawati ketika mereka berdemonstrasi di Jakarta...
Saya memang melihat di surat kabar poster saya dibawa sekelompok anak muda di Jakarta. Saya sebenarnya sangat terkejut ketika menyadari keragaman dan juga kesamaan antara kami berdua. Kalau anak-anak muda itu tidak diperbolehkan menyatakan pilihan mereka secara terbuka, mereka akan memakai figur internasional.
Bagaimana Anda melihat kesamaan itu?
Hal itu bisa dilihat dari dua sisi. Saya tidak kenal Megawati secara pribadi. Saya hanya membaca surat kabar. Tapi, orang kebanyakan melihat kami berdua karena figur almarhum ayah kami. Kami juga dilihat karena kami sama-sama perempuan. Tapi, yang lebih penting, kami dilihat sebagai figur yang membawa aspirasi rakyat kebanyakan. Saya percaya bahwa kami menjalankan misi yang mulia untuk negara yang ayah-ayah kami ikut mendirikan.
Bagaimana Anda membandingkan Megawati dan Indonesia dengan Anda dan Burma?
Saya tidak mengetahui keadaan di Indonesia dengan persis. Tapi, saya kira tidak ada pemerintah di muka bumi ini yang lebih buruk daripada SLORC, Dewan Pemulihan Hukum dan Peraturan. Mereka tidak mau mengakui hasil pemilihan umum yang kami menangkan dan tetap menekan aspirasi rakyat kebanyakan. Mereka memakai cara-cara yang sangat kotor dalam politik. Anda tahu sendiri bagaimana mereka menyuruh orang menyerbu mobil saya dan mobil teman-teman saya Sabtu, 9 November lalu. Apakah di Indonesia polisi akan mengizinkan para perusak melukai Megawati? Saya kira tidak. Di sini mereka menghancurkan mobil saya dengan pentungan besi. Mereka juga menangkap ratusan anggota partai LND. Mereka memerintah dengan teror.
Tampaknya dukungan kepada Anda makin menurun setelah pemerintah Burma melarang orang berkumpul dan mendengarkan pidato Anda?
Bagaimana kita bisa menilai kemajuan sebuah pergerakan dengan banyaknya orang yang berkumpul di depan rumah saya?Jumlahnya mungkin berkurang karena jalan di depan rumah saya diblokade polisi. Tapi, apakah Anda tahu bahwa orang tetap ingin datang dan mendengarkan pidato para pemimpin mereka? Dan, itu terjadi setiap akhir pekan. SLORC mencoba dengan segala upaya untuk mengalihkan perhatian orang dari Liga Nasional, tetapi sejauh ini usaha mereka tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Sejauh mana tekanan dunia internasional membantu perjuangan Anda?
Saya merasa harus berterima kasih terhadap negara-negara yang menyatakan simpatinya kepada kami. SLORC sekarang sangat berkepentingan melunakkan pandangan dunia internasional yang tidak bersahabat terhadap mereka. Mereka sekarang merasa dikucilkan. Ini menunjukkan bahwa tekanan negara-negara Barat sangat membantu perjuangan rakyat Burma.
Apakah seruan boikot itu tidak merugikan rakyat Burma sendiri?
Perdagangan internasional maupun investasi asing di Burma hanya menguntungkan orang-orang yang dekat dengan SLORC. Rakyat Burma sendiri menderita karena SLORC. Beberapa tahun yang lalu, tidak pernah terbayangkan dapat mengadakan pesta senilai US$ 1.000 di Rangon. Tapi, sekarang, pesta-pesta yang mewah itu dapat lebih sering terselenggara. Siapa yang mengadakan pesta itu selain orang-orang SLORC? Saya akan terus menyerukan agar perusahaan asing tidak melakukan investasi di Burma. Kelak, ketika Burma sudah menjadi negara yang demokratis, kami akan mengundang mereka untuk datang kembali ke Burma. Perusahaan film Amerika Kodak mengeluh karena Afrika Selatan mengundang kembali investor asing. Kodak menemukan bahwa pasar mereka yang dulu mereka tinggalkan sudah dikuasai Fuji Film dan Agfa. Kodak, yang mengatakan bahwa partisipai mereka memboikot rezim apartheid tempo hari tidak setimpal dengan kesulitan mereka hari ini, merebut kembali pasar film di sana. Mungkin mereka kurang berhasil melakukan pendekatan terhadap Presiden Nelson Mandela. Seharusnya Presiden Mandela lebih membantu perusahaan-perusahaan asing yang dulu pernah membantunya dalam memboikot rezim apartheid. Atau, mungkin itu juga masalah pemasaran. Kami orang Burma mempunyai satu pepatah yang intinya mengatakan jangan pernah melupakan budi baik orang lain. Kami pasti akan ingat akan perusahaan-perusahaan yang membantu perjuangan kami dengan memboikot SLORC.
Sekarang ini, siapa saja yang melakukan investasi di Burma?
Saya tidak ingat satu per satu. Tapi, ada dua negara yang banyak melakukan investasi di sini, yaitu Prancis dan Singapura. Saya tahu Prancis karena perusahaan minyak Total adalah salah satu investor terbesar di Burma. Dan, saya secara konsisten meminta agar Total mencabut investasinya dari Burma.
Bagaimana dengan perusahaan Indonesia?
Saya tidak melihatnya dari kacamata negara per negara. Seorang diplomat Asia mengatakan, perbedaan antara SLORC dan Liga Nasional adalah, SLORC ingin "pembangunan dulu dan demokrasi belakangan". Sementara itu, yang kami inginkan "demokrasi dulu dan pembangunan belakangan".
Bagaimana Anda bisa melakukan pendekatan terpisah seperti itu?
Kami bisa melakukan pembangunan fisik maupun politik secara bersamaan. Saya tidak melihat keduanya sebagai dua hal yang berbeda. Tapi, bagaimana kami bisa melakukan pembangunan bila hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat? Bagaimana kami bisa membenarkan kebijakan pembangunan, bila hal itu tidak dirumuskan oleh lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang demokratis?
Saya lihat di Rangon ini banyak pembangunan...
Tapi, kami tidak pernah tahu dengan jelas bagaimana kondisi keuangan SLORC. Menurut informasi yang saya dengar, dan Anda harus mengeceknya sendiri, hotel-hotel itu kekurangan tamu. Banyak kamar yang kosong. Pembangunan ini buat siapa? Buat turis? Tapi turis pun banyak yang mulai mendengarkan seruan kami untuk memboikot kunjungan ke Burma. Selain itu, apa sulitnya untuk membangun gedung-gedung bertingkat tanpa mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat? Dan, pertanggungjawaban itulah yang tidak pernah bisa diberikan SLORC.
Pesawat yang saya naiki penuh dengan turis. Apakah ini tidak bertentangan dengan penilaian Anda?
Saya rasa tidak. Anda harus bandingkan dengan jumlah kedatangan turis tahun lalu. Sekarang memang high season di mana kedatangan turis sedang pada puncaknya. Saya yakin, bila kita bandingkan dengan tahun lalu, jumlahnya akan menurun. Kenapa tidak Anda tanyakan saja kepada hotel tempat Anda menginap. Berapa orang yang menginap di sana tahun lalu dan berapa tahun ini?
Ya, saya satu-satunya tamu di hotel saya.
Saya tidak kaget mendengarnya.
Tapi, SLORC mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi tahun lalu adalah 9, 8 persen?
Saya tidak percaya terhadap statistik SLORC. Mereka membuatnya berdasarkan nilai tukar resmi kyat dengan dolar Amerika yang hanya sekitar enam hingga tujuh kyat per dolar. Padahal, di pasaran bebas nilai tukarnya sekitar 160-170 kyat. Dengan fakta itu, dengan mudah dapat kami simpulkan bahwa statistik mereka tidak bisa dipercaya sepenuhnya.
Konon, Brigjen Ben Abel dan Letjen Khit Nyunt termasuk perwira-perwira SLORC yang berpikir lebih terbuka...
Persoalannya tidak sesederhana itu. Saya tidak pernah memandang SLORC sebagai satuan yang terpisah-pisah. Selain itu, dengan kebebasan berpendapat yang sangat terkekang, kami sulit memahami adanya perbedaan-perbedaan itu. Selama ini SLORC juga selalu satu dalam setiap tindakannya. Tapi, saya yakin ada perwira-perwira militer yang secara diam-diam bersimpati kepada saya.
Siapa mereka itu?
Saya katakan saya tidak mengetahuinya. Saya hanya meyakininya.
Bagaimana dengan David Abel dan Khin Nyunt?
Saya tidak mengenal mereka dan saya tidak mengetahui pemikiran mereka. Saya selalu menganggap SLORC sebagai satu kesatuan dan menghadapi mereka sebagai satu kesatuan.
SLORC ingin agar Burma diterima sebagai anggota ASEAN tahun depan...
SLORC sekarang ini memang sangat membutuhkan teman dan mereka berharap ASEAN bisa menjadi teman mereka. Persoalannya buat saya adalah ASEAN kemungkinan besar tidak ingin berteman dengan SLORC yang bisa membuat reputasi ASEAN jadi buruk. SLORC adalah pemerintah yang sangat tidak menghargai hak asasi manusia. Saya tidak yakin ada pemerintahan di ASEAN yang rela reputasinya disamakan dengan SLORC. Indonesia, misalnya. SLORC sangatlah tidak seimbang dibandingkan dengan pemerintah Anda. Saya mengakui ada banyak perkembangan yang telah terjadi di Indonesia. Negara Anda telah tumbuh menjadi salah satu negara yang makmur di kawasan Asia Tenggara. Pemerintahannya juga mau mendengarkan pendapat masyarakatnya, kaum terpelajar, juga para ekonom. SLORC lain. Mereka curiga terhadap kaum intelektual. Jika Anda memberikan satu nasihat yang sebenarnya masuk akal, tapi kebetulan berbeda dengan yang mereka percaya, Anda dengan mudah dituduh hendak mengakali mereka. Nasib Anda bisa berakhir di penjara hanya karena mengatakan hal-hal teknis yang berbeda dengan pemahaman SLORC. Coba Anda perhatikan struktur pemerintahan SLORC. Semua kedudukan yang strategis diambil oleh para perwira militer.
Sekretaris Jendral Asean Ajit Singh mengatakan Burma secara teknis lebih siap menjadi anggota Asean daripada Kamboja dan Laos -- tersedianya dokumen dalam bahasa Inggris, kemampuan diplomat Burma berbahasa lnggris, maupun kemampuan finansial Burma.
Tentu saja, kami lebih siap dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan Kamboja dan Laos karena kami pernah menjadi koloni Inggris. Tapi, apakah persoalan keanggotaan ASEAN itu hanya terbatas pada masalah teknis belaka? Atau, apakah keanggotaan ASEAN hanya diukur oleh kemampuan finansialnya? Kalau demikian halnya, ada banyak negara lain yang seharusnya boleh menjadi anggota ASEAN. Saya tidak mengetahui secara detail hal-hal teknis di ASEAN tetapi saya percaya penilaian-penilaian politik strategis jauh lebih penting daripada sekadar kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris.
Anda sudah berpisah cukup lama dengan suami Anda maupun dengan dua anak Anda, Alexander dan Kim. Bagaimana Anda melepaskan rindu Anda dengan mereka?
Saya tidak bersedia menjawab pertanyaan yang sifatnya pribadi.
Bagaimana dengan cara komunikasi Anda dengan rekan-rekan Anda di luar negeri?
Di Burma, Anda harus mendapatkan izin untuk memasang pesawat faksimile di kantor atau di rumah. Sejak setahun yang lalu, setelah bebas dari tahanan rumah, saya minta izin agar diperbolehkan mempunyai faksimile di rumah ini. Tapi, hingga kini, belum ada jawaban. Saya tidak yakin mereka akan memperbolehkan saya memilikinya. Pesawat telepon milik saya juga tidak memiliki fasilitas sambungan langsung internasional. Tapi saya tetap menerima telepon dari luar negeri, bahkan sering sekali, sehingga saya juga mendapat banyak informasi. Saya justru bersyukur karena dengan demikian saya tidak perlu membayar rekening telepon yang tinggi.
Sebagai pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian, bagaimana komentar Anda terhadap pemberian hadiah itu kepada Uskup Carlos Belo dan Jose Ramos-Horta dari Timor Timur?
Saya sendiri tidak pernah mempertanyakan atau meragukan keputusan panitia Nobel. Saya selalu menghormati penilaian mereka. Karena itu, dalam hal ini pun saya juga menghormati keputusan mereka. Saya mengetahui keputusan itu dari siaran radio.
*)D&R, 23 November 1996
Sumber: http://www.tempo.co.id/ang/min/01/39/nas6.htm
Edisi 39/01-21/Nov/1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar