Sabtu, 26 Desember 2009

* Penangkapan Khin Nyunt


Jurus Gilas ala Junta
Khin Nyunt berupaya menggulirkan reformasi di Myanmar. Namun, belum juga cita-citanya terpenuhi, dia telah dipentalkan dari kursi perdana menteri.

Di Bandar Udara Mandalay, Jenderal Khin Nyunt dijemput oleh sekumpulan perwira menengah militer. Dia kembali ke Yangoon, ibu kota Myanmar, pada hari itu, Senin malam pekan lalu. Dari Mandalay—sekitar 600 kilometer sebelah utara Yangoon—para perwira militer membawa pulang Khin Nyunt ke rumah dinas Perdana Menteri Myanmar di Yangoon. Saat dia tiba, rumah itu telah dirubung tentara. Begitu pula rumah anaknya serta beberapa anggota keluarga terdekat sang jenderal.

Di sudut lain ibu kota, markas intelijen militer yang dikepalai Khin digerebek petugas. Sejumlah perwira intelijen militer junior lain dibekuk di Yangoon maupun di sebuah lokasi lain dekat perbatasan Cina. Satu hari setelah Khin dicokok di Mandalay, junta Myanmar memaklumatkan: "Khin diizinkan pensiun karena alasan kesehatan." Maklumat itu diteken oleh pemimpin tertinggi junta, Jenderal Senior Than Shwe. Junta lantas menunjuk Letnan Jenderal Soe Win, bekas Kepala Pertahanan Udara Myanmar, sebagai pengganti.

Pencopotan Khin Nyunt dari kursi perdana menteri adalah klimaks pertarungan kubu moderat versus garis keras di tubuh junta militer Myanmar. Masa pemerintahan Khin singkat saja. Dia menjadi Perdana Menteri Myanmar pada Agustus 2003. Dosa Khin yang terbesar di mata junta militer adalah menggulirkan dan memberi ruang kepada gerakan reformasi di Myanmar.

Dia juga berani "melawan" junta dengan merespons tekanan internasional agar membawa Myanmar ke arah demokrasi. Untuk itu, dia menyodorkan Jalan Menuju Demokrasi (lihat boks Gara-gara Tujuh Resep)—sebuah konsep yang dia rancang untuk menggulirkan reformasi di Myanmar, antara lain gagasan konvensi nasional perumusan konstitusi baru Myanmar.

Apa boleh buat, proyek yang digagas Khin ini ibaratnya jauh panggang dari api. Konvensi hanya diikuti wakil yang ditentukan junta tanpa partisipasi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Partai pemenang pemilihan umum 1990 yang dianulir junta militer ini memboikot konvensi karena pemimpin mereka, Aung San Suu Kyi, belum dibebaskan. Secara keseluruhan, konsep Jalan Menuju Demokrasi mengundang cibiran, terutama karena tak menyinggung pembebasan Suu Kyi, yang masih berstatus tahanan rumah.

Tapi di kalangan sejumlah diplomat asing, bekas Perdana Menteri Myanmar ini dianggap bisa membuka pintu dialog dengan junta militer. Razali Ismail, utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan, termasuk yang berpendapat demikian. Profil Khin sebagai jenderal moderat yang pro kepada perubahan juga diakui U Lwin, juru bicara NLD. Tapi U Lwin menekankan: "Khin Nyunt mustahil bisa menerapkan ide-ide rekonsiliasinya karena posisinya relatif lemah di lingkaran rezim."

Gagasan-gagasan reformasinya itu, walau tak bisa diterapkan, membikin gerah junta militer. Khin dinilai kebablasan meladeni oposisi prodemokrasi. Karena itu, dalam beberapa bulan terakhir, Jenderal Than Shwe mulai mempreteli kekuatan Khin agar menjadi tidak telanjur populer di kalangan militer. Jajaran intelijen akhirnya menjadi satu-satunya tumpuan Khin.

Namun, kedekatan dia dengan kalangan intelijen ini juga menuai getah bagi Khin. Bulan lalu, Panglima Militer Maung Aye, orang kedua setelah Than Shwe, menggelar penumpasan korupsi di Muse, sebuah kota Myanmar di perbatasan Cina. Sekitar 20 perwira intelijen yang terlibat bisnis ditangkap. Dua di antaranya terbukti punya rekening bank ilegal di Cina.

Walhasil, sepak terjang Khin Nyunt akhirnya "dikoreksi" dengan hadirnya Soe Win. Berusia sekitar 56 tahun, pria ini punya riwayat sebagai penganut garis keras yang berurusan dengan gerakan prodemokrasi. Soe Win disebut-sebut sebagai "arsitek" bentrokan antara massa propemerintah dan massa Suu Kyi yang berpawai pada Mei tahun lalu. Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Richard Boucher yakin Soe Win terlibat langsung dalam rencana serangan brutal terhadap Suu Kyi dan konvoi pawainya pada 30 Mei 2003.

Boucher menunjuk laporan hak asasi manusia Departemen Luar Negeri pada April lalu. "Rekaman video dengan jelas menunjukkan peran para provokator pemerintah dalam serangan terencana terhadap Suu Kyi," katanya. Menurut versi junta, tragedi itu menewaskan 35 orang. Tapi para aktivis prodemokrasi mengklaim angka yang jauh lebih tinggi: lebih dari 100 orang tewas. Dan sehari setelah bentrokan pada April itu, junta militer memberlakukan "penahanan perlindungan" atas Suu Kyi. Dan Suu Kyi pun kembali mendekam sebagai tahanan rumah.

Alhasil, setelah Myanmar ganti pemimpin, bukan saja nasib Suu Kyi bakal kian suram. Para aktivis prodemokrasi memastikan, gagasan-gagasan tentang reformasi akan kembali terkubur dalam-dalam. Bahkan dari Thailand—tetangga Myanmar—suara pesimistis tentang Soe Wein menguar. Kraisak Chunhavan, Ketua Komite Urusan Luar Negeri Senat Thailand, berkata begini: "Ini penolakan terang-terangan (Myanmar) terhadap tuntutan komunitas dunia untuk perbaikan hak asasi manusia."

Yanto Musthofa (Bangkok Post, Reuters, BBC)

Gara-gara Tujuh Resep

Inilah tujuh langkah yang disodorkan Khin Nyunt sebagai tuntunan menuju demokrasi:

* Menyelenggarakan Konvensi Nasional yang terbengkalai sejak 1996.
* Hasilnya akan diterapkan secara bertahap berupa sistem demokrasi yang murni dan disiplin.
* Akan disusun konstitusi baru sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan Konvensi Nasional.
* Penetapan konstitusi melalui referendum nasional.
* Penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil untuk Pyithu Hluttaw (badan legislatif) menurut konstitusi baru.
* Penyelenggaraan sidang Hluttaws yang dihadiri para anggota Hluttaw menurut konstitusi baru.
* Membangun satu bangsa yang modern, maju, dan demokratis oleh para pemimpin negara yang dipilih Hluttaw, dan pemerintah serta organ-organ sentral lain yang dibentuk oleh Hluttaw.

Reformasi Sepenggal Jalan

30 Mei 2003: Pendukung Aung San Suu Kyi dalam rangkaian kampanye nasional Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) diserang massa propemerintah. Bentrokan meletus, menewaskan 35 orang.

31 Mei 2003: Suu Kyi ditangkap, kantor-kantor Partai NLD ditutup.

1 Juni 2003: Junta militer memulangkan Suu Kyi ke Yangoon.

4 Juni 2003: PBB menuntut pembebasan Suu Kyi.

9 Juni 2003: Setelah bertemu dengan Suu Kyi, utusan Sekjen PBB Razali Ismail memastikan peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu segar bugar.

20 Juni 2003: Suu Kyi ditahan di penjara militer.

22 Juli 2003: 91 tahanan politik dibebaskan.

25 Agustus 2003: Khin Nyunt menjadi perdana menteri; mengusulkan konvensi konstitusi pada 2004.

26 September 2003: Suu Kyi pulang, menjadi tahanan rumah.

24 November 2003: Lima tokoh senior NLD dibebaskan dari tahanan rumah setelah kunjungan Razali.

1 April 2004: Junta menyatakan Suu Kyi akan dibebaskan pada 17 Mei, sebelum konvensi konstitusi.

3 April 2004: Junta militer mengingkari janji.

16 April 2004: Kantor-kantor oposisi dibuka kembali.

17 Mei 2004: Konvensi konstitusi dimulai, diboikot NLD. Konvensi molor hingga Juli.

18 Oktober 2004: Khin Nyunt digusur dari kursi perdana menteri.

Sumber: BBC, AFP, Reuters
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/10/25/LN/mbm.20041025.LN92807.id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar